1. Cara melakukan "Penjatuhan ke arah mana perlu" atau di Jepang disebut "Shihonage" (Indonesian & English editions)

Saya, Maria, seorang dokter dan penggemar Aikido, asal Eropa, pernah berlatih Aikido metode Way of Aiki (Aiki Do 1970) di Surabaya. 

Mulai bulan Juli 2023 ini saya dipercayai Laoshi Prawira (Pendiri & Presiden Aikido 1970 serta Founder & Chairman INDONESIA AIKIKAI), yang sekarang sibuk di bidang pendidikan, terutama pendidikan dasar bagi anak-anak dan pelatihan problem solving What-Why-How-When bagi para sarjana tingkat Master dan PhD, untuk menuliskan pelatihan Aiki Do (Way of Aiki) 1970 dibandingkan dengan Aikido yang saya ketahui di Jepang selama saya berada di Jepang dan juga di negara saya.

 

Mungkin bahasa Indonesia saya kurang sempurna, harap dimaafkan.

Pertama kali ini, saya akan menuliskan dua hal yaitu:

1. Perbedaan yang sangat menonjol antara ajaran Laoshi Prawira dengan aliran-aliran Aikido di Jepang.

Way of Aiki ajaran Laoshi Prawira (Chief Instructor / Sensei Prawira) pada tahun 1970 - perintis Aikido di Indonesia dan pendiri organisasi Indonesia Aikikai (1975) lebih utamakan:

(1) Latihan gathering ki and flowing ki (langkah awal Aiki) dalam tubuh.

(2) Latihan flowing out ki and being harmony with the change (terapan Aiki) dalam interaksi dinamis.

(3) Latihan interaksi cepat dan mantap terhadap perubahan, dengan paper stick (kami jo) sebagai pengganti bokken (wooden sword) dan bokjo (wooden stick), supaya resiko cedera dapat dihindari.

(4) Latihan odori (tarian) dan tekubi undo (senam pergelangan tangan) untuk gerak hindar, gerak kunci, dan gerak penjatuhan.  

 

2. Cara melakukan "Penjatuhan ke arah mana perlu" atau di Jepang disebut "Shihonage" (四方投げ)

Di Jepang, pada saat awal belajar 四方投げ, semua murid melakukannya dengan tangan kosong yang dipegang lawan dengan satu tangan juga, yang disebut Katate Tori (片手取り).

Di program Laoshi Prawira (Aiki Do 1970), pelatihan pertama selalu belajar cara menghadapi resiko nyata supaya kenal bahaya / resiko nyata jika salah gerak. Serangan selalu dilakukan dengan pisau kertas (dari gulungan kertas pendek) dan serangan dilakukan dengan cepat dan secara mendadak / tidak terduga.

Cara menghadapi tusukan, sabetan, atau tikaman pisau dilakukan secara serasional mungkin, dan pada waktu yang tepat, arah yang benar, jarak yang aman, serta posisi yang baik.

Selama proses latihan, empat hal (waktu, arah, jarak, dan posisi) ini harus selalu dipantau sendiri, tidak boleh lalai. Di jalan, salah berbuat; resiko luka parah, bahkan mati. Meski memakai gulungan kertas, wajib dianggap pisau yang tajam dan runcing.

Tidak boleh melakukan putaran tubuh dekat badan penyerang karena lawan dapat menyerang dengan telak. Sebagai gantinya, putaran tubuh dilakukan pada ma'ai (jarak) yang tidak terjangkau oleh pisau lawan dan tubuh penyerang cenderung bengkok (tidak tegak, tidak dapat berputar).

Lengan lawan tidak ditekuk dalam posisi vertikal (yang dapat membuat lawan mudah berputar dan menyerang lagi), tetapi agak horizontal dan langsung ditekuk ke bawah hingga jatuh.

Lawan dijatuhkan dan dibuat tidak berkutik jika penyerang satu orang. Tetapi jika penyerang lebih dari satu orang, lawan tidak dijatuhkan, tetapi dibuat tameng yang dapat dikendalikan dan dibenturkan pada komplotannya yang maju menyerang.

Di Jepang, lawan dijatuhkan, lalu orang Aikido berdiri menghadapi lawan ke dua, karena di Aikido Jepang, dua lawan tidak melakukan serangan cepat secara bersamaan.


Semoga, penjelasan ini berguna bagi orang yang ingin paham Aikido tempo dulu, bukan Aikido yang untuk embu (demonstrasi) dan pelestarian budaya / tradisi Jepang saja.

 


I, Maria, a doctor and Aikido lover, from Europe, once practiced Aikido using the Way of Aiki method (Aiki Do 1970) in Surabaya.

Starting July 2023, I was entrusted by Laoshi Prawira (The Founder & President of Aikido 1970 as well as the Founder & Chairman of INDONESIA AIKIKAI), who is now busy in the field of education, especially basic education for children and What-Why-How-When problem solving training for Masters and PhD level scholars, to write down the 1970 Aiki Do (Way of Aiki) training compared to the Aikido I knew in Japan during my time in Japan and also in my country.

This time, I will write two things, namely:

1. A very prominent difference between the teachings of Laoshi Prawira and Aikido schools in Japan.

The Way of Aiki taught by Laoshi Prawira (Chief Instructor / Sensei Prawira) in 1970 - the pioneer of Aikido in Indonesia and the founder of Indonesia Aikikai (1975) prioritized:

(1) Practice gathering ki and flowing ki (Aiki's first step) in the body.

(2) Practice flowing out ki and being in harmony with the change (Aiki practice) in dynamic interactions.

(3) Practice fast and steady interaction with changes, using a paper stick (kami jo) as a substitute for bokken (wooden sword) and bokjo (wooden stick), so that the risk of injury can be avoided.

(4) odori (dance) and tekubi undo (wrist exercises) exercises for dodging, locking, and dropping.

2. How to do "Drop where necessary" or in Japan it is called "Shihonage" (四方投げ)

In Japan, at the beginning of learning 四方投げ, all students do it with their bare hands held by their opponent with one hand as well, which is called Katate Tori (片手取り).

In the Laoshi Prawira program (Aiki Do 1970), the first training was always learning how to face real risks so that you know the real dangers/risks if you make a wrong move. Attacks are always carried out with a paper knife (from a short roll of paper) and attacks are carried out quickly and suddenly / unexpectedly.

The way to deal with stabs, slashes, or stabs with a knife should be done as rationally as possible, and at the right time, in the right direction, at a safe distance, and in a good position.

During the practice process, these four things (time, direction, distance, and position) must always be monitored by oneself, one must not neglect them. On the road, doing wrong; risk of serious injury, even death. Although using a roll of paper, must be considered a sharp and pointed knife.

Do not do body turns close to the attacker's body because the opponent can attack with a crushing blow. Instead, body rotation is done at ma'ai (distance) that cannot be reached by the opponent's knife and the attacker's body tends to bend (not upright, unable to rotate).

The opponent's arm is not bent in a vertical position (which can make it easier for the opponent to turn around and attack again), but rather horizontal and immediately bent down until it falls.

Opponents are knocked down and rendered immobile if the attacker is one person. But if the attacker is more than one person, the opponent is not taken down, but made a shield that can be controlled and hit against the accomplice who is advancing to attack.

In Japan, the opponent is knocked down, then the Aikido person stands up to face the second opponent, because in Japanese Aikido, two opponents don't perform quick strikes simultaneously.

Hopefully, this explanation is useful for people who want to understand Aikido in the past, not Aikido which is only for embu (demonstrations) and preservation of Japanese culture / traditions.


 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

3. Mengapa teknik kuncian USE OSAE disebut IKKAJO atau DAI IKKYO (Indonesian & English editions)

My experiences in Aikido since 1967 (English / international Edition)

Pertarungan nyata pada zaman modern